Ada fatwa MUI tentang menjadi Haram hukumnya jika melakukan aksi Golput pada PEMILU April 2009 nanti, dengan berdalih dalam islam kepemimpinan adalah hal mutlak yang dibutuhkan dalam prinsip bernegara. Ada juga kalangan yang menilai fatwa ini adalah pesanan elite politik tertentu yang berkepentingan. Saya tidak berkompeten untuk mendebat MUI tentang masalah ini karena jelas MUI lebih paham daripada saya yang hanya rakyat awam. Tapi karena saya rakyat awam maka menjadi hak rakyat jika saya bertanya alasan yang sebenarnya keluarnya Fatwa ini, MUI punya dalih lain yaitu menjawab pertanyaan/ kebingungan masyarakat mengenai apa hukumnya terhadap pemberian hak suara di PEMILU nanti ? sebagai ulama, maka MUI berkewajiban mengeluarkan Fatwa ini. Pertanyaan berikutnya adalah masyarakat mana yang bertanya sekaligus dijawab oleh Fatwa MUI tersebut ?
masyarakat negara kata A. Gramsci terdiri dari kelas TOP yaitu : para penguasa atau elite yang memerintah,pengusaha kelas MIDDLE yaitu : akademisi,intelektual, LSM, mahasiswa, dan kelas proletar yaitu rakyat jelata.
Kelas TOP & MIddle tentu paham bahwa memberikan suara pada PEMILU adalah wajib karena mereka golongan terpelajar dan punya kesadaran bernegara. Berarti golongan proletar yang bertanya tentang hukum memberikan suara dalam PEMILU.
Golongan Proletar biasanya berpikir pendek hanya untuk saat ini saja karena mereka pada umumnya adalah rakya jelata yang "minim" dalam ekonomi dan "minim" juga dalam intelektualitas, tapi apakah benar demikian mengingat golongan proletar yang "hanya" berpikir praktis dan cenderung tidak peduli terhadap pemerintahan apalagi hukum tentang PEMILU ? Mereka akan berpikir untuk memilih pemimpin yang bisa buat mereka sejahtera, anak2 mereka bisa sekolah dengan semestinya, hidup layak, mendapat perlakuan semestinya sebagai warga negara yang sama. JIka tidak, mereka tidak akan memilih. Dengan demikian GOlPUT menjadi alat perlawanan yang efektif terhadap rezim penindas, terhadap janji manis caleg-caleg, terhadap sandiwara politik yang cuma menjual hak-hak mereka sendiri, jika kecewa dengan calon pemimpin, tidak akan memilih adalah satu-satunya pilihan terbaik karena mereka tidak punya akses untuk berdiaolg tentang politik atau kekuasaan di depan publik, proletar hanya punya potensi untuk dijual haknya demi kepentingan kampanye politik, apalagi jumlah partai yang banyak dengan caleg-calegnya yang juga bertaburan banyaknya membuat mereka tambah bingung untuk memilih. kelas MIDDLE saja tidak begitu mengikuti perkembangan dan kompetensi caleg-caleg apalagi proletar ?
Bagi Kelas MIDDLE; golongan ini lebih kritis terhadap pemerintahan dan PEMILU. Karenanya mereka bisa berpikir untuk membuat pilihan berdasarkan kadar intelektualitasnya masing-masing. Ada golongan yang terkooptasi oleh kepentingan elite dari kelas TOP yang disebut Hegemoni oleh A. Gramsci sehingga memilih untuk memberikan suaranya dalam PEMILU berdasarkan kepentingan tersebut, ada juga golongan yang secara sadar berpartisipasi dalam PEMILU karena kesadaran bernegaranya, ada juga golongan yang kritis terhadap pemerintah yang menipu rakyat mencoba berdialog yang tidak berguna, melakukan aksi nyata tapi di tuding ada kepentingan dibaliknya, sehingga mereka juga melakukan aksi GOLPUT sebagai bentuk perlawanan yang terakhir. GOLPUT adalah partisipasi PEMILU juga bagi golongan ini.
Jika pemerintah, elite politik yang berkepentingan, atau bahkan juga MUI ingin mengurangi GOLPUT maka yang harus dilakukan adalah koreksi diri, harus diciptakan standarisasi caleg-caleg berkualitas, hentikan penipuan cerdas terhadap rakyat hingga rakyat tidak hanya jadi komoditi kampanye, pemerintah yang berkuasa jika ingin berkuasa lagi hendaknya menciptakan pemerintahan bersih yang berpihak kepada rakyat, hingga dengan sendirinya rakyat dengan kedewasaannya akan bersedia berpartisipasi dalam PEMILU. Jika Pemimpin multlak diperlukan dalam bernegara, seharusnya MUI mengeluarkan Fatwa tentang standarisasi pemimpin yang baik itu, bukankah itu adalah pertanyaan masyarakat juga, Kenapa juga MUI tidak berfatwa haram hukumnya bagi caleg tidak berkualitas dipilih atau haram hukumnya jika caleg terpilih atau pemimpin terpilih tidak merealisasikan janjinya pada saat kampanye ? GOLPUT adalah buah dari pohon politik yang tumbuh selama ini , dia ada karena melawan rezim, dan rezim yang buruk selalu ada perlawanan. JIka pohon sistem dan kecerdasan politik, pemerintahan tumbuh dengan baik maka buahnya merupakan kehidupan harmonisasi politik yang dewasa dan bijaksana.
Maka caleg-caleg / pemimpin berlombalah menjadi cerdas dan berkualitas untuk dipilih, jika tidak ya tidak akan dipilih. Jangan membuat rakyat masuk neraka karena tidak memilih caleg-caleg / pemimpin tidak berkualitas karena Fatwa MUI.
BY : Agustian Hutriady
Senin, 09 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar