Prima Principia merupakan konsep dari logika
Logika merupakan cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung” antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga benar. Dalam logika selanjutnya dikenal dengan yang dimaksud prinsip-prinsip penalaran atau prima principia ( prinsip utama dalam Logika ).
Prinsip-prinsip Penalaran
Prinsip-prinsip penalaran atau aksioma penalaran merupakan dasar semua penalaran yang terdiri atas tiga prinsip yang kemudian di tambah satu sebagai pelengkap. Aksioma atau prinsip dasar dapat didefinisikan: suatu pernyataan mengandung kebenaran universal yang kebenarannya itu sudah terbukti dengan sendirinya. Prinsip-prinsip penalaran yang dimaksudkan adalah: prinsip identitas, prinsip nonkontradiksi, dan prinsip eksklusi tertii, dan sebagai tambahan pelengkap prinsip identitas adalah prinsip cukup alasan ( causalitas)
Prinsip identitas menyatakan: “sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri”. Sesuatu yang disebut p maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan yang lain. Dalam suatu penalaran jika sesuatu hal diartikan sesuatu p tertentu maka selama penalaran itu masih berlangsung tidak boleh diartikan selain p, harus tetap sama dengan arti yang diberikan semula atau konsisten. Prinsip identitas menuntut sifat yang konsisten dalam suatu penalaran jika suatu himpunan beranggotakan sesuatu maka sampai kapan pun tetap himpunan tersebut beranggotakan sesuatu tersebut.
Prinsip nonkontradiksi menyatakan: “sesuatu tidak mungkin merupakan hal tertentu dan bukan hal tertentu dalam suatu kesatuan”, Prinsip ini menyatakan juga bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin ada pada suatu benda dalam waktu dan tempat yang sama. Dalam penalaran himpunan prinsip nonkontradiksi sangat penting, yang dinyatakan bahwa sesuatu hal hanyalah menjadi anggota himpunan tertentu atau bukan anggota himpunan tersebut, tidak dapat menjadi anggota 2 himpunan yang berlawanan penuh. Prinsip nonkontradiksi memperkuat prinsip identitas, yaitu dalam sifat yang konsisten tidak ada kontradiksi di dalamnya.
Prinsip eksklusi tertii menyatakan bahwa “sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah”. Prinsip eksklusi tertii menyatakan juga bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda, mestilah hanya salah satu yang dapat dimilikinya sifat p atau non p. Demikian juga dalam penalaran himpunan dinyatakan bahwa di antara 2 himpunan yang berbalikan tidak ada sesuatu anggota berada di antaranya, tidak mungkin ada sesuatu di antara himpunan H dan himpunan non H sekaligus. Prinsip ketiga ini memperkuat prinsip identitas dan prinsip nonkontradiksi, yaitu dalam sifat yang konsisten tidak ada kontradiksi di dalamnya, dan jika ada kontradiksi maka tidak ada sesuatu di antaranya sehingga hanyalah salah satu yang diterima.
Prinsip cukup alasan menyatakan: “suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-sebab yang mencukupi”. Prinsip cukup alasan ini dinyatakan sebagai tambahan bagi prinsip identitas karena secara tidak langsung menyatakan bahwa sesuatu benda mestilah tetap tidak berubah, tetap sebagaimana benda itu sendiri jika terjadi suatu perubahan maka perubahan itu mestilah ada sesuatu yang mendahuluinya sebagai penyebab perubahan itu.
Relevansi Prima Principia Dalam Penalaran Konsep Ketuhanan
Manusia adalah mahluk percaya, oleh karena itulah manusia kemudian bisa berpikir. Percaya bahwa kita eksis di dunia, percaya kita butuh makanan dan meyakini makanan yang kita konsumsi adalah baik untuk tubuh kita. Sistem kepercayaan manusia kemudian menuju keyakinan terhadap yang dipercaya, termasuk keyakinan manusia terhadap Sang Maha yang lazim disebut Tuhan.
Selanjutnya bagaimana kita bisa meyakini bahwa yang kita percayai itu adalah sebuah kebenaran ? Manusia dengan memaksimalkan akal budinya tentu bisa menganalisa untuk menjawab pertanyaan tersebut. Tapi, manusia adalah mahluk terbatas, oleh karena itu manusia adalah mahluk yang ketergantungan ( manusia adalah mahluk sosial ), terbatas oleh ruang dan waktu yang berimpilkasi terhadap kesimpulan kepercayaan kita tentang kehidupan yang tidak kekal ( untuk masalah keterbatasan dan keabadian ruang dan waktu bisa di perdalami dengan mempelajari pemikiran Ibn Rusdy ).
Oleh karena manusia itu terbatas, tergantung dan tidak abadi maka, manusia membutuhkan ketergantungan terhadap Yang tidak terbatas , Tidak tergantung dan Yang abadi. Sebab saling ketergantungan terhadap yang terbatas membuat hidup hampa makna terutama jika dikaitkan dengan pertanyaan darimana kehidupan berasal ? atau apa tujuan hidup ? berarti tujuan hidup kita adalah untuk saling tergantung terhadap yang terbatas, tetapi tidak menjawab darimana kehidupan berasal, kecuali harus ada identitas yang berbeda dari sifat manusia yang menjadi awal kehidupan. Karena identitas ini harus ada ( wajib ada ) dan berbeda dari manusia, merupakan konsekuensi logis identitas ini haruslah Yang tidak terbatas, Tidak tergantung dan mesti Abadi. Identitas inilah yang disebut dengan Tuhan. Konsep ini sejalan dengan penalaran prima principia pada prinsip identitas dan prinsip nonkontradiksi.
Karena Tuhan ( pencipta ) itu sesuatu keniscayaan yang mesti ada dan sifatnya mestilah harus berbeda dari manusia atau mahluk lainnya ( ciptaan ) yang Tidak terbatas, Tidak tergantung dan Kekal berarti Tuhan itu pastinya lebih kuasa dari manusia atau mahluk lainnya yang terbatas, tergantung dan tidak kekal. Oleh karena itulah Tuhan disebut dengan Maha. Jika Tuhan itu berbeda identitas dengan mahluknya bahkan berkuasa atas mahluknya tersebut adalah sangat mustahilah jika Tuhan itu berpredikat sebagai Pencipta sekaligus ciptaan, karena pastilah berlawanan dengan prinsip eklusi tertii.
Jika ada kepastian tentang suatu yang Maha yang lebih berkuasa dari kita sebagai manusia, berarti sebuah kemutlakan untuk tunduk dan pasrah terhadap keMahaan Nya. Sesuatu yang Maha ini yang berati bisa melakukan segalanya, sehingga selaras dengan prinsip identitas tidak akan ada yang sama dengan diriNYa. Adalah analisa logis jika alam semesta yang terbatas berasal dari awal yang tidak terbatas yang dapat melakukan apa saja, yang Maha perkasa. Sebab sesuatu yang terbatas tidak akan pernah bisa melakukan sesuatu yang diluar keterbatasannya, contohnya kita manusia tidak akan pernah bisa menciptakan nyawa sesorang karena kita terbatas, dan perbuatan tersebut di luar keterbatasan atau kemampuan kita. Disini berlakulah prinsip Causalitas yang berarti akibat tergantung mutlak terhadap sebab. Dengan demikian, kita manusia dan alam semesta adalah akibat dari sebuah pencipta yang tanpa sebab ( Prima Causa ), karena jika Tuhan disebabkan lagi oleh sesuatu yang Lebih Maha dari Dirinya berati Tuhan berstatus sama dengan mahluk ciptaannya yang terbatas dan tergantung.
Maka Tuhan sang Penguasa berkuasa atas ciptaanya dengan telah menetapkan segala sesuatunya sehingga tercukupi sebab atas terjadinya sesuatu berdasarkan ukuran-ukuran. Sesuatu yang alamiah jika ciptaan Tuhan mengabdi kepadaNya karena ciptaan tergantung kepada Pencipta. Pencipta yang sempurna pastilah menciptakan ciptaan yang sempurna sejalan dengan prinsip causalitas tetapi tentu saja kesempurnaan Tuhan sebagai pencipta berbeda dengan Kesempurnaan ciptaan sejalan dengan prinsip identitas, oleh karena itu tidak akan pernah Pencipta atau Ciptaan mempunyai dua identitas sekaligus ( sebagai Pencipta dan juga sebagai ciptaan ). Sehingga dapat disimpulkan bahwa agama / kepercayaan monotheis adalah analisa yang logis.
Oleh karena itu Tuhan menganugrahi akal kepada manusia yang menjadi Khalifah atau citra Tuhan di bumi sekaligus sebagai penanda/pembeda dengan mahluk Tuhan lainnya menjadikan sebagai alat analisa untuk mengenalNya, sehingga menalar Tuhan adalah suatu usaha yang wajib dilakukan oleh manusia yang berpikir. Jika akal adalah alat analisa untuk mengenal Tuhan, lalu bagaimana Tuhan yang Tidak terbatas menyampaikan pesan-pesan IlahiNya kepada Manusia yang terbatas. Pastinya Manusia yang terbatas tidak akan sanggup menerima pesan-pesan Ilahi dari Yang Tak Terbatas. Maka, disini lah peran pembawa wahyu Tuhan atau lazim disebut nabi. Tuhan membutuhkan manusia yang paripurna sebagai pembawa pesan Ilahi untuk disampaikan kepada manusia-manusia lainnya.
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/logika
Mundiri, Pengantar Logika, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001
Teks Nilai Dasar Perjuangan Himpunan Mahasiswa Islam ( HMI )
Franz Magnis Suseno, Menalar Tuhan, Kanisius, Jakarta 2001
BY : Agustian Hutriady
Senin, 09 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar